Selasa, 01 Maret 2011

Soal Tambang Emas di Tabang

Kandungan Logam Berat Tinggi, Sebabkan Kematian
Dari Hasil Uji Sampel Laboratorium MIPA Unmul

Tenggarong, Express: Sungai Belayan, Kutai Kartanegara (Kukar) terancam tercemar akibat dampak dari penambangan emas illegal di Tabang. Pasalnya dari hasil uji laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (MIPA) Unmul yang dikeluarkan 26 Januari lalu, terdapat zat-zat berbahaya di Sungai Kiau yang merupakan anak Sungai Belayan.
Ketua Komisi I DPRD Kukar Guntur mengatakan, sampel air Sungai Kiau yang diambil sekitar tanggal 12 Januari dan diserahkan ke laboratorioum MIPA Unmul 17 Januari, menunjukkan Total Suspened Solid (TSS) mencapai 152 mg/L. Sedangkan Kalsium (Ca) menunjukkan angka 3,0027 mg/L dari baku mutunya yakni, nol atau tidak terdeteksi.
Yang paling parah menurutnya, tingginya Sulfat yang mencapai 10,9826 mg/L. Sehingga menyebabkan gatal dan pengelupasan kulit. “Yang menjadi problem masyarakat sepanjang hulu ke hilir adalah asam sulfat. Karena secara fisik mengakibatkan masyarakat gatal-gatal dan kulitnya terkelupas. Apabila tidak ditanggulangi, akan berakibat buruk,” kata Guntur di ruang kerjanya, Selasa (01/03) kemarin.
Selain itu kata dia, dari hasil laboratorium menunjukkan Magnesium atau logam berat juga sangat tinggi, yaitu 1,9457 mg/L. Padahal baku mutunya harus nol. Termasuk Amoniak yang mencapai 0,1254 mg/L, dimana baku mutunya juga harus nol. Keberadaan logam berat bereaksi negatif terhadap organik dan berakibat fatal terhadap faktor genetik atau keturunan.
“Efek dari logam berat sangat berbahaya karena bisa mematikan. Prosesnya bisa lima tahun, 20 tahun atau bertahun-tahun kemudian. Meskipun lambat, tapi bisa berakibat fatal terhadap bayi, keturunan dan faktor genetik. Bisa jadi keturunan kita akan terlahir cacat. Atau bisa juga dibilang ini adalah senjata yang membunuh mahkluk hidup secara perlahan-lahan,” tambahnya.
Sama halnya dengan penggunaan air raksa. Memang dalam uji laboratorium menunjukkan angka 0,0009 mg/L, atau lebih kecil dari baku mutunya sebesar 0,002 mg/L. Namun sifat air raksa adalah cepat menguap. Sehingga berdampak pada pencemaran udara. Ketika dihirup, dapat merusak organ tubuh yang vital dan menyebabkan kematian.
“Pastinya, untuk menarik emas diperlukan air raksa. Nah, air raksa ini mudah menguap dan menyatu dengan udara. Jika dihirup oleh manusia, akan bisa menyebabkan kematian. Memang tidak langsung, tapi bisa juga berpengaruh terhadap faktor genetik itu tadi. Kalau tidak segera ditindaklanjuti, diaudit atau dikelola limbahnya dengan benar, akan berdampak buruk terhadap masyarakat. Tidak hanya masyarakat hulu, tapi lambat laun, masyarakat hilir akan terkena dampaknya juga” katanya.
Guntur menjelaskan, untuk menghilangkan zat berbahaya itu bisa dilakukan suatu proses laboraotirum dengan pengolahan limbah yang benar, yakni bisa berupa pengendapan, revitalisasi dan absorsi. Untuk melaksanakannya, bisa menggunakan tiga cara, yakni proses fisik, kimia dan biologi.
“Apablia limbahnya yang sangat beracun, harusnya dilakukan proses fisik berupa pemisahan zat dari yang besar ke kecil. Kemudian kimia berupa absorsi dan bilogi. Untuk biologi bisa melalui bio filter seperti membuat kolam yang ditanami enceng gondok dan ditempatkan ikan dalam kolam itu. Kalau hasilnya bagus, berarti tidak ada masalah,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, aktivitas penambangan emas illegal terungkap setelah adannya laporan seluruh kepala desa (kades) di Kecamatan Tabang. Mereka merasa resah karena dampak dari penambangan emas itu mengakibatkan penyakit gatal-gatal dan kelumpuhan.
Selanjutnya Polres Kukar menindaklanjuti laporan itu dengan mengirim tim ke lokasi tambang. Hasilnya, di kawasan itu terbukti telah terjadi penambangan emas. Akhirnya Pemprov Kaltim, Polda Kaltim dan Pemkab Kukar sepakat membentuk tim yang diketuai Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Kaltim, M Sya’bani. (gun)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Mulawarman
Hasil Analisa Kualitas Air
Nomor : 04/A/LABOR/1/2001
Lokasi : Sungai Kiau

Bupati Sebut Faktor Sejarah

Anggana Tidak Akan Dilepas Kukar

Tenggarong, Express: Harapan masyarakat Anggana untuk memisahkan diri dari Kutai Kartanegara (Kukar) menipis. Bupati Kukar Rita Widyasari menegaskan, Anggana akan tetap bergabung dengan Kukar.
"Saya kira aturannya sudah jelas. Anggana tidak akan pernah berpisah dari Kukar karena faktor sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Awal mula berdirinya Kukar adalah di Anggana, yaitu di Kerajaan Kutai Lama," kata Rita.
Ia memastikan, program pembangunan Pemkab Kukar masih pada rencana awal. Yakni pembangunan yang terarah dan merata di seluruh kecamatan di Kukar. Hal itu sesuai konsep Gerbang Raja.
"Kami tetap pada rencana awal, pembangunan yang terarah dan merata sesuai RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Wilayah hulu Sungai Mahakam masih membutuhkan pembangunan untuk membuka isolasi," katanya.
Menanggapi aksi masyarakat Anggana, Rita melihatnya adalah hal biasa dalam demokrasi. "Riak-riak itu biasa saja. Yang pasti saya tetap pada pendirian awal untuk menjalankan program Gerbang Raja," katanya.
Diberitakan sebelumnya, masyarakat Anggana menggelar aksi unjukrasa, Senin (28/02) lalu. Mereka menegaskan bahwa Anggana mendukung pemekaran Kutai Pesisir dan ingin lepas dari Kukar. (gun)

Pelindo Masih Kuasai Sungai Mahakam

Lepas Tangan Saat Ada Musibah Air

Tenggarong, Express: PT Pelindo IV Cabang Samarinda ternyata memiliki otoritas luas terhadap pemanfaatan alur Sungai Mahakam. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kementarian Perhubungan itu telah melakukan pungutan bagi kapal dan alat angkutan sungai lainnya yang berlabuh maupun melewati alur sungai terbesar di Kalimantan ini. Hal itu terungkap saat Tim Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Alur Pelayaran Sungai Mahakam (PAP-SM) DPRD Provinsi Kaltim mencari masukan ke Pemkab Kutai Kartanegara belum lama ini.
Kepala Bidang (Kabid) Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) pada Dinas Perhubungan Kukar Drs H Marsidik dihadapan anggota Tim Pansus Raperda PAP-SM DPRD Kaltim yang diketuai Ir M Adam mengatakan, kendati Kukar sudah melaksanakan otonomi daerah namun untuk menerapkan Peraturan Daerah (Perda) No 20/1998 tentang Tentang Retribusi Tambat dan Labuh di sungai Mahakam dalam wilayah Kukar masih terhambat.
Menurut Marsidik, pihak Administrator Pelabuhan (Adpel) Samarinda menolak jika Kukar memberlakukan Perda tersebut terutama memungut uang Retribusi Labuh. ”Karena pungutan serupa telah dilakukan pihak PT Pelindo IV Cabang Samarinda terhadap semua aktivitas kapal dan alat angkutan sungai yang melakukan kativitas di Mahakam,” ujarnya.
Ia menambahkan, PT Pelindo menganggap seluruh alur Mahakam dari muara di kawasan Delta Mahakam hingga ke Longbagun di Kutai Barat masih dalam lingkungan Daerah Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Adpel/Pelindo Samarinda.
“Alasan mereka sehingga menolak Perda Kukar No 20/1998 dan kemudian mengijinkan PT Pelindo IV memungut uang Jasa Kepelabunan dilandasi oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menhub No 32/1992 dan Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No 10/92. Keduanya tentang Batas-batas Wilayah Lingkungan Daerah Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan yang ditangani Adpel bersama PT Pelindo,” kata Marsidik.
Ia mengatakan, seharusnya setelah Kukar melaksanakan UU No 32/2005 tentang otonomi daerah maka sepatutnya retribusi itu menjadi hak daerah sebagai pos penghasilan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh sebab itu pihaknya berupaya agar Perda Kukar No 20/1998 harus segera berjalan efektif. Karena setelah di konfirmasi ke beberapa pengusaha alat angkutan Mahakam mereka mendukung adanya retribusi dari Pemkab Kukar ini. ”Umumnya pengusaha itu menilai pungutan yang dilakukan pihak Pelindo selama ini tidak jelas arah dan tujuannya,” ujarnya.
Yang lebih mengecewakan lagi ujar Marsidik bahwa uang pungutan yang ditarik Pelindo itu tidak pernah sepeserpun mengalir ke Kukar sebagai pemilik wilayah. Padahal kami butuh dana banyak untuk membuat rambu-rambu lalulintas sungai, kemudian melakukan pengerukan di sejumlah titik sungai yang terjadi pendangkalan.
Namun lanjut dia, PT Pelindo tidak mau tahu jika di alur Mahakam ini ada peristiwa kecelakaan sungai yang kerap terjadi termasuk kerusakan lingkungan seperti pencemaran BBM kapal dan erosi DAS akibat gelombang kapal. ”Seharusnya mereka berkontribusi buat meringankan derita kecelakaan dan kerusakan lingkungan sungai ini, bukan hanya memungut, lalu pergi,” ujarnya. (gun/joe)