Senin, 07 Maret 2011

Asta Minindo Kasasi ke MA

Tenggarong, Express: Manajemen PT Asta Minindo tidak bakal diam. Perusahaan batubara yang beroperasi di Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar) itu akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hal itu menyusul bebasnya pasangan suami istri, Suhiano dan Selvi Susilo, terdakwa kasus penggelapan yang merugikan perusahaan sebesar Rp 7 miliar.
Penasehat Hukum PT Asta Minindo, Andreas Siregar menjelaskan, pihaknya mengajukan kasasi ke tingkat MA lantaran hingga usainya persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, majelis hakim yang diketuai Suharjono menilai kasus itu merupakan tindak perdata, padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menuntut Suhiano 4 tahun, sedangkan Selvi 3,5 tahun penjara,
“Majelis hakim sama sekali tidak melihat fakta serta bukti yang terungkap di persidangan. Padahal tidak ada penyidik Polda Kaltim maupun Kejaksaan yang membatalkan membatalkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan)-nya. Jadi kasus ini murni pidana, bukan perdata atau kasus yang yang dipaksakan,” katanya, Jumat (04/03).
Tak sampai disitu, hasil persidangan di PN Samarinda pun juga bakal dilaporkan ke Komisi Yudisial di Jakarta. Ia bersama rekannya Sulfikri Sofyan akan melakukan hal itu bilamana menemukan indikasi tertentu, atas pertimbangan hakim memberikan vonis yang sama tidak melihat bukti serta fakta dalam persidangan.
“Kalau terdakwa bebas karena dakwaan JPU lemah mungkin itu sudah biasa. Tapi, bukti serta fakta dalam persidangan tidak dijadikan acuan majelis hakim untuk mengambil keputusan. Bahkan hakim malah cenderung mendengarkan curhat terdakwa yang merasa dizalimi. Makannya kami akan sampaikan ke KY,” katanya.
Untuk diketahui, Suhiano yang sebelumnya adalah General Maneger (GM) PT Asta Minindo, bersama istrinya diduga melakukan penggelapan yang dianggap merugikan perusahaan sebesar Rp 7 miliar. Sehingga direksi perusahaan, Sangiang MS melapor dugaan itu kepada polisi, Mei 2010 lalu.
Selanjutnya keduanya dijadikan tersangka dan ditahan. Kemudian, dalam persidangan, Suhiano dan Selvi dituntut masing-masing 4 tahun dan 3,5 tahun penjara. Namun, mereka malah divonis bebas lantaran majelis hakim menganggap kasus itu bukan pidana, melainkan perdata. (gun)

Distamben-Jatam Beda Hitungan

Soal Jumlah Tambang Batubara di Kukar

Tenggarong, Express: HIngga berakhirnya deadline pendaftaran ulang perusahaan batubara 20 Februari 2011, hanya 441 perusahaan batubara yang sudah melakukan registrasi ulang di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kutai Kartanegara (Kukar).
Sekretaris Distamben Kukar Ahmad Taufik menjelaskan, perusahaan batubara yang sudah melakukan registrasi ulang itu terdiri dari Adapun rincian 441 perusahaan tambang itu, yakni Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) 112 izin, IUP Eksplorasi 116 izin, izin Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi 57, KP Eksplorasi 131 izin, KP Penyelidikan Umum 24 izin dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) 1 izin.
“Hingga deadline yang kami (Distamben, Red) berikan, baru 441 perusahaan yang telah melakukan registrasi ulang. Sisanya kami anggap illegal dan akan diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum,” katanya.
Data berbeda justru disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Pasalnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang lingkungan itu merillis, jumlah perusahaan batubara di Kukar adalah 441 perusahaan.
Dengan demikian, bisa dikatakan masih terdapat 281 perusahaan batubara di Kukar. lantaran deadline registrasi ulang sudah habis, maka bisa dikatakan sisa perusahaan batubara yang masuk dalam database Jatam itu illegal. (gun)

Banyak eks Lahan Batubara Belum Reklamasi


Tenggarong, Express: Sekitar 80 persen bekas lahan galian batubara di Kutai Kartanegara (Kukar) tidak direklamasi. Sehingga menyebabkan munculnya kubangan-kubangan bekas batubara yang teramat banyak. Demikian dikatakan anggota Komisi II DPRD Kukar Baharuddin Demu belum lama ini.
Ia meminta, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) segera mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang melanggar. Selanjutnya memberikan sanksi administratif, teguran, penyetopan sementara sampai pada penghentian ijin Kuasa Pertambangan (KP).
“Hampir 80 persen perusahaan batubara di Kukar tidak melakukan reklamasi. Ini kan jelas-jelas melanggar aturan. Seharusnya Distamben segera bertindak tegas dengan diawali inventarisasi perusahaan nakal yang ada di Kukar. Lalu beri sanksi sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Ucapan politisi asal PAN itu, merujuk pada Peraturan Menteri (Permen) Sumber Daya Mineral (SDM) Nomor 18 tahun 2008 Pasal 15 Ayat 4 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Dimana isinya yakni, “pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan paling lambat 30 hari setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan”.
“Pasal 45 dalam Permen SDM Nomor 18 tahun 2008 juga menyebut, bupati dengan kewenangannya bisa memberi sanksi kepada perusahaan (batubara) yang melanggar. Jadi kalau sudah ketahuan siapa saja yang nakal, langsung lapor bupati untuk segera ditutup,” tegasnya.
Ia mencontohkan adanya banyak lubang bekas batubara di Loa Kulu yang jumlahnya bisa mencapai angka ratusan. “Di Loa Kulu, ada puluhan bahkan ratusan bekas galian batubara. Apa itu mau dibiarkan saja. Makin sengsara rakyat Kukar kalau begitu caranya,” ujarnya lagi. (gun)